Kamis, 22 Maret 2012

si Cantik Siti (gadis cilik penjual bakso)

Tulisan dibawah ini sy copy dr kompasiana.
Semoga saja, banyak yg tergerak hatinya untuk membantu. Bukankah mereka memiliki hak atas sebagian harta kita.
Jikapun tidak bisa menyumbang dalam bentuk materi, sekiranya tulisan tentang Siti, penjual bakso berumur 7 tahun yang telah yatim ini dapat tersebar luas.

Siti Bocah Yatim Tangguh: Jualan Bakso dengan Upah Rp. 2000,- Sehari
Oleh: Ira Oemar | 07 March 2012 | 10:47 WIB

Sore kemarin – Selasa, 06 Maret 2012 – saya pulang kantor rada “tenggo”, jadi sampai di rumah jam 17.30-an, saya sempat nonton acara “Orang-Orang Pinggiran” di Trans7. Dada saya sesak menyaksikannya, air mata saya meleleh tanpa bisa ditahan, tak mampu berkata-kata. Siti, seorang bocah yatim yang ditinggal mati ayahnya sejak usia 2 tahun. Kini Siti berumur 7 tahun. Sehari-hari sepulang sekolah Siti masih harus berkeliling kampung menjajakan bakso. Karena ia masih anak-anak, tentu belum bisa mendorong rombong bakso. Jadi bakso dan kuahnya dimasukkan dalam termos nasi yang sebenarnya terlalu besar untuk anak seusianya. Termos seukuran itu berisi kuah tentu sangat berat.
Tangan kanan menenteng termos, tangan kiri menenteng ember plastik hitam berisi mangkok-mangkok, sendok kuah, dan peralatan lain. Dengan terseok-seok menenteng beban seberat itu, Siti harus berjalan keluar masuk kampung, terkadang jalanannya menanjak naik. Kalau ada pembeli, Siti akan meracik baksonya di mangkok yang diletakkan di lantai. Maklum ia tak punya meja. Terkadang  jika ada anak yang membeli baksonya, Siti ingin bisa ikut mencicipi. Tapi ia terpaksa hanya menelan ludah, menahan keinginan itu. Setelah 4 jam berkeliling, ia mendapat upah 2000 perak saja! Kalau baksonya tak habis, upahnya hanya Rp. 1000,- saja. Lembaran seribuan lusuh berkali-kali digulung-gulungnya.

Sampai di rumah, Siti tak mendapati siapapun. Ibunya jadi buruh mencangkul lumpur di sawah milik orang lain. Tak setiap hari ia mendapat upah uang tunai. Terkadang ia hanya dijanjikan jika kelak panenan berhasil ia akan mendapatkan bagi hasilnya. Setiap hari kaki Ibunda Siti berlumur lumpur sampai setinggi paha. Ia hanya bisa berharap kelak panenan benar-benar berhasil agar bisa mendapat bayaran.
Hari itu Siti ingin bisa makan kangkung. Ia pergi ke rumah tetangganya, mengetuk pintu dan meminta ijin agar boleh mengambil kangkung. Meski sebenarnya Siti bisa saja langsung memetiknya, tapi ia selalu ingat pesan Ibunya untuk selalu minta ijin dulu pada pemiliknya. Setelah diijinkan, Siti langsung berkubang di empang untuk memetik kangkung, sebatas kebutuhannya bersama Ibunya. Petang hari Ibunya pulang. Siti menyerahkan 2000 perak yang didapatnya. Ia bangga bisa membantu Ibunya. Lalu Ibunya memasak kangkung hanya dengan garam. Berdua mereka makan di atas piring seng tua, sepiring nasi tak penuh sepiring, dimakan berdua hanya dengan kangkung dan garam. Bahkan ikan asin pun tak terbeli, kata Ibunda Siti.

Bayangkan, anak sekecil itu, pulang sekolah menenteng beban berat keliling kampung, tiba di rumah tak ada makanan. Kondisi rumahnya pun hanya sepetak ruangan berdinding kayu lapuk, atapnya bocor sana-sini. Sama sekali tak layak disebut rumah. Dengan kondisi kelelahan, dia kesepian sendiri menunggu Ibunya pulang hingga petang hari.
Sering Siti mengatakan dirinya kangen ayahnya. Ketika anak-anak lain di kampung mendapat kiriman uang dari ayah mereka yang bekerja di kota, Siti suka bertanya kapan ia dapat kiriman. Tapi kini Siti sudah paham bahwa ayahnya sudah wafat. Ia sering mengajak Ibunya ke makam ayahnya, berdoa disana. Makam ayahnya tak bernisan, tak ada uang pembeli nisan. Hanya sebatang kelapa penanda itu makam ayah Siti. Dengan rajin Siti menyapu sampah yang nyaris menutupi makam ayahnya. Disanalah Siti bersama Ibunya sering menangis sembari memanjatkan doa. Dalam doanya Siti selalu memohon agar dberi kesehatan supaya bisa tetap sekolah dan mengaji. Keinginan Siti sederhana saja : bisa beli sepatu dan tas untuk dipakai sekolah sebab miliknya sudah rusak.

Kepikiran dengan kondisi Siti, dini hari terbangun dari tidur saya buka internet dan search situs Trans7 khususnya acara Orang-Orang Pinggiran. Akhirnya saya dapatkan alamat Siti di Kampung Cipendeuy, Desa Cibereum, Cilangkahan, Banten.
Usai sholat Subuh saya hubungi contact person Orang-Orang Pinggiran, meski agak sulit bisa tersambung. Beliau tinggal sekitar 50 km jauhnya dari kampung Siti. Dialah yang menghubungi Trans7 agar mengangkat kisah hidup Siti di acara OOP. Menurut keterangannya, keluarga itu memang sangat miskin, Ibunda Siti tak punya KTP. Pantas saja dia tak terjangkau bantuan resmi Pemerintah yang selalu mengedepankan persyaratan legalitas formal ketimbang fakta kemiskinan itu sendiri. Dia bersedia menjemput saya di Malingping, lalu bersama-sama menuju rumah Siti, jika kita mau memberikan bantuan. Dia juga  berpesan jangan bawa mobil sedan sebab tak bakal bisa masuk dengan medan jalan yang berat.
Saya pun lalu menghubungi Rumah Zakat kota Cilegon. Saya meminta pihak Rumah Zakat sebagai aksi “tanggap darurat” agar bisa menyalurkan kornet Super Qurban agar Siti dan Ibunya bisa makan daging, setidaknya menyelamatkan mereka dari ancaman gizi buruk. Dari obrolan saya dengan Pengurus Rumah Zakat, saya sampaikan keinginan saya untuk memberi Siti dan Ibunya “kail”. Memberi “ikan” untuk tahap awal boleh-boleh saja, tapi memberdayakan Ibunda Siti agar bisa mandiri secara ekonomi tentunya akan lebih bermanfaat untuk jangka panjang. Saya berpikir alangkah baiknya memberi modal pada Ibunda Siti untuk berjualan makanan dan buka warung bakso, agar kedua ibu dan anak itu tidak terpisah seharian. Siti juga tak perlu berlelah-lelah seharian, dia bisa bantu Ibunya berjualan sambil belajar.

Mengingat untuk memberi “kail” tentu butuh dana tak sedikit, pagi ini saya menulis kisah Siti dan memforward ke grup-grup BBM yang ada di kontak BB saya. Juga melalui Facebook. Alhamdulillah sudah ada beberapa respon positif dari beberapa teman saya. Bahkan ada yang sudah tak sabar ingin segera diajak ke Malimping untuk menemui Siti dan memeluknya. Bukan hanya bantuan berupa uang yang saya kumpulkan, tapi jika ada teman-teman yang punya putri berusia 7-8 tahun, biasanya bajunya cepat sesak meski masih bagus, alangkah bermanfaat kalau diberikan pada Siti.
Adapula teman yang menawarkan jadi orang tua asuh Siti dan mengajak Siti dan Ibunya tinggal di rumahnya. Semua itu akan saya sampaikan kepada Pak Tono dan Ibunda Siti kalau saya bertemu nanti. Saya menulis artikel ini bukan ingin menjadikan Siti seperti Darsem, TKW yang jadi milyarder mendadak dan kemudian bermewah-mewah dengan uang sumbangan donatur pemirsa TV sehingga pemirsa akhirnya mensomasi Darsem. Jika permasalahan Siti telah teratasi kelak, uang yang terkumpul akan saya minta kepada Rumah Zakat untuk disalurkan kepada Siti-Siti lain yang saya yakin jumlahnya ada beberapa di sekitar kampung Siti.
Mengetuk hati penguasa formal, mungkin sudah tak banyak membantu. Saya menulis shout kepada Ibu Atut sebagai “Ratu” penguasa Banten ketika kejadian jembatan ala Indiana Jones terekspose, tapi toh tak ada respon. Di media massa juga tak ada tanggapan dari Gubernur Banten meski  kisah itu sudah masuk pemberitaan media massa internasional. Tapi dengan melalui grup BBM, Facebook dan Kompasiana, saya yakin masih ada orang-rang yang terketuk hatinya untuk berbagi dan menolong. Berikut saya tampilkan foto-foto Siti yang saya ambil dari FB Orang-Orang Pinggiran. Semoga menyentuh hati nurani kita semua.

Sumber foto :
http://www.facebook.com/pages/ORANG-PINGGIRAN-TRANS7/224861154196102?sk=wall

Dear pembaca, kami telah melakukan kunjungan ke

Minggu, 18 Maret 2012

My Bluesman Baby

 

First time i saw you playing your guitar,
I found my self breathlessly fall
You just knocked me down,
Right off of my feet
The way you make sound,'
The way you sing the lyrics.
You hypnotized me with the melody,
When you play that part of the sound
I just wanna keep the legacy
For all the feeling that perfectly bound
The song is such the depressed mood
 But to my ear, you always taste good



Minggu, 04 Maret 2012

Haters, Y U NO STFU

Baru-baru ini sya terlibat "twitwar" dengan salah satu mantan follower saya, sebenarnya saya belum pernah ketemu secara langsung dengan orang itu tetapi kebetulan dia adik salah satu teman saya.
Tanpa bermaksud curhat, saya hanya ingin menyampaikan versi dari saya tentang apa yang terjadi.
And the true story goes like this:

Suatu ketika saya men-tweet yang isinya kurang lebih menyindir seorang teman yang entah kenapa mendadak menjadi sombong dan tiba-tiba memutus tali silaturahmi begitu saja.
Entah apa maksudnya si adik teman saya ini - yang sama sekali tidak tau apa-apa, dan saya yakin tidak kenal dengan teman yang saya maksud - membalas tweet saya dengan hash tag #gagalPDKT. Sebenarnya si adik teman saya ini sudah sangat sering membalas atau me-mention saya dengan tweet becanda, yang kadang2 juga sudah keterlaluan, tapi so far saya masih cuek saja.Tapi kali ini, saya anggap si adik teman saya ini sudah kelewat batas. Kalau cuma sekedar minta kaos, minta tiket dan lain sebagainya sih tidak masalah, tapi jika sudah mulai mencampuri urusan pribadi saya, bitch please... Y U NO STFU?!?

Singkat kata, akhirnya saya unfollow si adik teman ini, and you know what? dia malah misuh-misuh tidak jelas. Well, thank you karena sudah menjuluki saya "anak gaul Jakarta" yes I am, so??? blahblahblah.... I don't give a damn.

Well, jika dibilang gila, saya juga bisa becanda gila-gilaan, tapi jika sudah menyangkut social media yang isinya bisa dibaca seluruh dunia, saya memilih untuk menggunakan hak posting status ataupun tweet yang umum-umum saja, use the social media wisely Terlebih lagi jika anda tidak terlalu kenal dengan follower anda. Tweet/statusmu, harimau-mu, suatu ketika apa yang kau tulis bisa jadi bumerang.

Ada satu kasus lagi, tapi yang ini tidak hanya berkaitan dengan saya tapi juga dengan seluruh, well, warga. Jadi si oknum ini, selalu mau tahu urusan orang dan selalu mengomentari orang. For example, jika saya menggunakan warna yang sedikit berbeda dari biasanya maka si oknum akan berkomentar, atau paling tidak bertanya ada apakah gerangan sehingga saya berganti warna. Annoying, though.
seringkali, jika ada yang datang telat dikit atau tidak masuk, maka dengan suara lantang dia membuat pengumuman tentang si anu yang-datang-telat atau si itu yang-tidak-masuk.
Mungkin si oknum merasa dia yang paling sempurna, karena dia cerdas, dan dia berpakaian sesuai dengan kaidah islam yang berlaku jadi mungkin dia merasa berhak untuk mendiskreditkan orang lain.

You have to walk in my shoes to get to really know who I am, stop judging me, stop stereotyping me. You don't know me, bitch please...who gives you the right to judge anyway.
And yeah, I'm too fabulous to deal with that crap, so I unfollow you. I have the right to choose whom I want to be with. So, Y U NO STFU....