Rabu, 15 Februari 2012

An ordinary girl’s story

Saya bukan Super Woman yang bisa terbang dan memakai pakaian ketat, saya tidak punya kekuatan yang bisa mengangkat benda berat dengan jari kelingking atau dapat bernafas dengan api. Sejujurnya untuk menyetir saja saya sampai keringat dingin dan membuat signature lecet panjang atau penyok di mobil saya.
Saya juga tidak jenius meskipun tidak bisa dibilang bodoh juga, setidaknya saya cukup berani untuk mengakui kalau meski baca berkali-kali saya tetap tidak paham dengan alur cerita buku “Dunia Sophi” tapi tetap saja saya bangga karena bisa menangis setiap kali membaca “A Walk to Remember” (ikutan baca “to Kill a Mockingbird” gara-gara ada scene Mandy Moore lagi baca buku itu).

Meskipun Almarhumah Kakek dan Nenek saya sering memanggil saya dengan panggilan “angel” atau “peri”, saya sebenarnya tidak “sebersih” itu, saya sering melakukan kesalahan yang beberapa diantaranya masih sering saya sesali. Pernah punya sahabat yang benar-benar nyambung atau bahasa kerennya BFF dan tiba-tiba kalian bubar hanya karena masalah sepele yang tidak penting? Well, it happened to me. Factor x seperti kompor-komporan teman yang bermuka dua juga ikut memperparah “bubaran” kami itu. Kenapa saya bilang sepele, karena bubarnya kami dulu hanya gara-gara cowok? Ya, cowok brengsek-playboy-sok-kecakepan-padahal-biasa-saja. Setelah kami dikenalkan oleh sahabat (atau mantan???) saya, si cowok itu malah minta nomor HP dan dengan bodohnya si sahabat ini secara sukarela (atau tidak?) ngasi nomor saya ke cowok brengsek itu. Alhasil, tanpa tedeng aling-aling, si cowok itu terus menerus menelepon, sms, bahkan pada saat saya bilang kalau saya sedang bersama sahabat saya itu.
Singkat cerita mereka jadian, tapi dasar brengsek, si cowok masih ngotot menelepon saya bahkan tanpa rasa bersalah, berkata bahwa dia Cuma setangah hati jadian dengan sahabat saya, dengan segudang alasan yang salah satunya adalah sahabat saya kurang modis. And yeah, dengan segala macam usaha, saya, saya berusaha menyulap sahabat saya agar menjadi lebih modis. Actually that’s a big no-no for me, selama ini saya meyakini jika cantik itu harus inside out but the most important is the things that came out from inside dan pria manapun yang tidak bisa melihat itu, berarti dia bukan pria yang tepat.

Setelah usaha berminggu-minggu, cowok itu ternyata tetap tidak berubah. Masih brengsek, masih banyak keluhan. And that happened! Suatu malam, si cowok mampir ke kantor kami, setelah sebelumnya mengirim sms yang isinya sangat-mengharapkan-ketemu-karena-mau-curhat-setelah-putus-dari-sahabat-saya. Karena pada saat itu, teman-bermuka-dua juga masih dikantor, dan karena ingin menghindari gossip, akhirnya saya memutuskan untuk naik ke mobil cowok brengsek itu (meskipun saya turun ditengah jalan karena rasanya malas sekali melihat tampang brengseknya yang sama sekali tidak kelihatan menyesal karena putus dengan sahabat saya). Apesnya, kejadian tersebut ternayta malah membuat hubungan saya dengan si sahabat memburuk.
Bukannya saya tidak pernah berusaha memperbaiki hubungan kami, saya telah berkali-kali meminta maaf dan mencoba untuk klarifikasi tapi julukan perebut-kekasih-sahabat tampaknya masih tercetak dengan jelas di jidat saya. Well, saya tidak menyalahkan sahabat saya, sangat dimengerti jika dia marah. But don’t hate me because I’m beautiful, aite? Kidding…

Until now, I keep dreaming that someday we’re be back as the way we used to be. I’m happy for her, now she had found the one. She’s married and now she’s having a baby. Meskipun, saya masih melajang, tapi saya bahagia untuk dia. After all this time, she deserves to be happy. Saya tetap menganggap mereka sahabat saya, setiap kali menonton sex and the city atau serial Friends, Somehow it remainds me of them. I’ve still have another best friends, how lucky I am.


P.S.
Tulisan ini untukmu kawan, agar kau tahu, kau selamanya sahabatku.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar