Minggu, 05 Februari 2012

My Soul Mate’s Wedding

13 going on 30
My best friend’s wedding
Easy A
When Harry met Sally
Griffin and Phoenix
A lot like Love
Bride’s war
The Good Guy
No String Attached
Friends with Benefits



You name it!
Semua film diatas bercerita tentang sahabat yang akhirnya menjadi kekasih, bahkan wanita yang tadinya akan menikah dengan pria lain ternyata menjelang detik-detik pernikahannya tiba-tiba tersadar jika yang dia cintai ternyata adalah sahabatnya. Atau wanita yang terpisah lama dengan sahabat masa kecilnya, tiba-tiba sadar bahwa dia mencintai sahabatnya tepat sebelum si pria menikah. The moral story is woman and man can’t be a friend, because sooner or later one of them will ruin their friendship with the stupid thing called love.
Jika dalam film-film tersebut di atas, endingnya selalu berakhir bahagia, entah  sang pria harus berlari menembus kemacetan (biasanya setting-nya di New York) untuk mencegah sahabatnya menikah dengan pria lain, atau dengan noraknya si pria menari bersama ratusan orang di stasiun kereta (masih di New York) diiringi dengan lagu kesukaan si wanita lalu berlutut melamar sang sahabat. Atau sang wanita yang secara impulsive naik taksi dari New York ke New Jersey hanya untuk menyelinap ke kamar sang sahabat, mencurahkan isi hatinya dan sang wanita membuat satu permohonan agar waktu dapat diulang sehingga sahabatnya tidak menikah dengan wanita lain. Dan dengan bantuan magic sparkle, harapan wanita tersebut terkabul dan voilaa… a happy ending ala Hollywood.
Tapi bagaimana jika kejadian tersebut terjadi di dunia nyata, tanpa ada naskah, tanpa ada sutradara dan kru-kru lain yang telah menyiapkan “the-happy-ending’ untuk para aktornya? Love rules only for the Hollywood actors. Terlebih lagi jika tangan dingin Gary Marshall turut campur (tidak percaya? Well, silakan nonton Valentine’s day, New year’s Eve).
Well, apa yang terjadi seandainya Gary Marshall berdiri tepat disampingku ketika aku memutuskan untuk menelepon  pria, eh sahabatku, just to say that I miss him a lot, and I just decided to tell him that I love him (sorry kalau terdengar agak-agak cheesy), tapi sebelum aku selesai berkata “halo” dia terlebih dahulu mengejutkanku dengan berita “dia-akan-segera-menikah-empat-bulan-lagi”nya. Mungkin sang sutradara akan menulis cerita, aku, yang secara impulsive mendatangi si pria untuk mencegahnya menikah dengan wanita lain seperti di film-film romantic comedy ala Hollywood yang pernah aku tonton, mungkin aku akan seperti Julia Roberts di film My Best Friend’s Wedding atau seperti Jennifer Garner di 13 going on 30-nya.
But it’s life,
Well, my life. I have to face the reality, I’m not Julia Roberts, neither Jennifer Garner. And I don't have the right to sabotage his happiness, to know that he is happy is enough for me. It's not fair to push to win him over. He deserves to be happy, with or without me.

Well, I’m just an ordinary girl, who falls in love with “the-best-friend-who-is-going-to-marry-soon”,
Sometimes I don’t have the happy ending, but whatever it is. I’ll keep moving on.
Yeah, shit happens in my life, but I’ll be okay. Well, who knows, i'll get my own happy ending, mungkin kisahku akan berakhir seperti Julia Roberts yang akhirnya menemukan pria baru (well, di filmnya sih si Rupert Everett ini, sahabat gay yang akhirnya end up with Julia). 

Whatever it is, I'll find my own serendipity.



P.S.
I really, really wish that you, my friend,  would have a good life.
I love you,




Tidak ada komentar:

Posting Komentar